Tiga hari yang lalu saya menghadiri “assembly” dan kegiatan seminar budaya di Surabaya. Saya bertemu dengan teman lamaku. Tiga belas tahun yang lalu pada tahun 2005 kami bekerja di lembaga yang sama. Saya mengajar dan ibu ini bekerja di koperasi Sekolah milik para Suster SSpS. Dia seorang janda yang masih muda. Anak dan suaminya masih hidup tetapi mereka hidup terpisah karena ibu mertua tidak menyetujui pernikahan mereka. “Hati manusia yang keras dan kaku seringkali membatasi sesama maupun diri sendiri mengalami kebahagiaan yang utuh”. Kurang lebih 15 tahun keluarga ini terpisah. Entah sampai kapan doa dan harapannya, juga doa kami orang-orang yang ada di dekatnya mendapat jawaban dari Tuhan sehingga keluarga mereka bersatu kembali.
Sisi lain yang menarik bagiku untuk direnungkan dan diteladani adalah kemurahan hatinya. Menurut orang normal ibu ini kurang beruntung dengan situasi keluarganya, tetapi setiap kali saya berjumpa dengan dia saya dibawa pada kekaguman akan Allah yang murah hati. Hidup dan kehadirannya memancarkan Allah yang murah hati. Dia selalu punya waktu untuk orang lain, hadir dalam kegembiraan dan sukacita di tengah tugasnya di koperasi sekolah. Para siswa, rekan guru dan karyawan sekolah mencintai dan menghormati dia seperti ibu dan sahabat.
Ungkapan cinta yang tidak sempat diberikan kepada anak kandung dan keluarganya diberikan kepada sesama yang dikirimkan Allah di tempat kerjanya. Dia tidak membalas perlakuan dan sikap mertuanya yang menolak dia dengan kemarahan, tetapi dia tetap sabar sambil terus mengisi hidupnya dengan mengasihi sesama di sekitarnya.
Perjumpaanku dengannya pagi itu usai Perayaan Ekaristi cukup singkat tetapi sangat berkesan. Saat saya berpamitan akan kembali ke kota Batu dengan murah hati ia memberi kami oleh-oleh tiga buah papaya besar, merah dan manis. Komunitas senang dan bersyukur menerimanya. Ketika kuucapkan terima kasih kepadanya, dia malah menjawab saya dengan kata-kata yang penuh makna; “saya yang mestinya berterima kasih kepada suster karena memberi sedikit, tetapi suster menerimanya dengan tulus”. Dari Ibu yang sederhana ini saya belajar bagaimana menjadi murah hati seperti Bapa adalah murah hati.
S. Sisilia Andri SSpS
© Misjonarz Werbista 2018
(Santo Arnold Janssen)